
REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Pemangkasan anggaran mengakibatkan seluruh Pemerintah Daerah (Pemda) se-Indonesia harus lihai mencari sumber pendapatan baru.
Salah satu langkah yang bisa ditempuh lewat pembiayaan kreatif (creative financing), misalnya, menerbitkan obligasi daerah (Obda) atau sukuk daerah (Sukda).
Tapi cara ini tak mudah. Cara tersebut akan dilakukan Pemprov DKI Jakarta yang tengah meminta persetujuan Menteri Keuangan Purbaya terkait penerbitan Obda dan Sukda.
Pemprov DKI berencana melakukan Jakarta Collaboration Fund atau obligasi daerah. Alasannya, creative financing perlu dilakukan untuk memastikan pembangunan berjalan, meski mengalami penurunan anggaran, yakni dari Rp95,35 triliun menjadi Rp79,06 triliun.
Tapi setiap Pemda yang ingin menerbitkan Obda harus memenuhi syarat dan ketentuan yang ketat.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan, penerbitan obligasi daerah hanya dapat dilakukan oleh pemerintah daerah yang memiliki kapasitas atau kondisi fiskal yang sehat.
Selain itu, penggunaan dana obligasi daerah harus diarahkan ke kegiatan produktif, seperti pembangunan infrastruktur dan layanan publik, bukan untuk belanja rutin yang bersifat konsumtif.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi dalam jawaban tertulis di Jakarta, Jumat (10/10/2025), menjelaskan ketentuan yang harus dipenuhi pemerintah daerah ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 87 Tahun 2024.
“Pengaturan ini dapat mencegah terjadinya risiko gagal bayar maupun risiko sistemik yang berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan nasional, sekaligus memperkuat kredibilitas pasar obligasi daerah di Indonesia,” kata Inarno.
Syarat Penerbitan Obligasi Daerah
Dalam prosedurnya, pemerintah daerah yang berencana melakukan Penawaran Umum Obda/Sukda wajib menyampaikan dokumen pernyataan pendaftaran kepada OJK.
Salah satu dokumen utama yang harus dilampirkan dalam pernyataan pendaftaran yakni persetujuan dari Kementerian Keuangan terkait rencana penerbitan obligasi daerah atau sukuk daerah.
“Dalam melakukan penelaahan atas dokumen Pernyataan Pendaftaran tersebut, OJK akan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk memastikan bahwa penerbitan dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku dan tujuan penggunaan dana telah ditetapkan secara jelas,” kata Inarno.
Adapun Kemenkeu akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kondisi fiskal daerah dan rencana penggunaan dana sebelum memberikan persetujuan penerbitan obligasi daerah.
Langkah ini dilakukan guna memastikan bahwa penerbitan obligasi atau sukuk daerah telah memenuhi ketentuan dalam PMK Nomor 87 Tahun 2024.
Salah satu persyaratan yang termuat dalam PMK Nomor 87 Tahun 2024 yaitu kewajiban pemenuhan rasio kemampuan keuangan (debt service coverage ratio/DSCR) minimal 2,5 kali. Hal ini untuk memastikan pemerintah daerah memiliki kapasitas fiskal yang cukup untuk memenuhi kewajiban bunga dan pokok utang.
Syarat lain yakni pembatasan pembiayaan utang daerah maksimum 75 persen dari pendapatan dari APBD tahun sebelumnya yang tidak ditentukan penggunaannya.
Hal ini sebagaimana diatur dalam PP Nomor 1 Tahun 2024, untuk menjaga keberlanjutan fiskal daerah.
Selanjutnya, kewajiban pengalokasian dana cadangan pelunasan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sehingga kemampuan bayar daerah terjamin tanpa mengganggu belanja prioritas.
Persetujuan dan pengawasan lintas kementerian, termasuk Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan. Selain itu juga diperlukan sebelum penerbitan guna memastikan obligasi/sukuk daerah sesuai kebijakan fiskal nasional dan tidak menimbulkan ketidakseimbangan makroekonomi.
“Keseluruhan persyaratan itu dapat memastikan hanya pemerintah daerah dengan kondisi keuangan sehat, tata kelola yang baik, dan rencana penggunaan dana produktif yang dapat menerbitkan obligasi atau sukuk daerah,” pesan Inarno.
Republika