Sahabat Nabi Keturunan Pejuang, Paling Produktif Meriwayatkan Hadits

4 hours ago 2
Ilustrasi, kisah Sahabat Nabi. (Shutterstock)Ilustrasi, kisah Sahabat Nabi. (Shutterstock)

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Abu Sa’id al-Khudri Radhiallahu Anhu, salah satu Sahabat Nabi yang dikenal karena kecerdasannya, keteguhannya beragama, dan kedekatannya dengan Nabi.

Nama lengkap beliau Sa’ad bin Malik bin Sinan bin Ubaid bin Tsa’labah al-Ajbar bin Auf bin al-Harits bin al-Khazraj al-Anshari al-Khazraj, dari suku Anshar di Madinah.

Nama beliau yang masyhur di kalangan ulama adalah Sa’ad. Adapun kunyahnya, Abu Sa’id Al-Khudri Al-Anshari termasuk keturunan suku Al-Khazraj. Mereka disebut Bani Khudrah atau Balkhudrah. Ada juga yang menyebut mereka Banu Al-Abjar.

Lahir sekitar tahun ke-10 Hijriah, dan termasuk tujuh Sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits, yaitu sebanyak 1.170 hadis.

Hal ini menempatkannya sejajar dengan nama-nama besar seperti Abu Hurairah, Ibnu Umar, Aisyah, Anas bin Malik, dan Abdullah bin Abbas (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Keturunan Pejuang: Putra Syuhada Perang Uhud

Ayahnya, Malik bin Sinan al-Anshari, seorang mujahid yang gugur dalam Perang Uhud. Terkenal karena keberaniannya melindungi Rasulullah.

Dalam sebuah riwayat disebutkan, ketika wajah Nabi terluka, Malik menghisap darah dari luka tersebut. Rasulullah bersabda:

“Siapa yang ingin melihat seseorang yang darahnya bercampur dengan darahku, maka lihatlah Malik bin Sinan.” (HR. Ibnu Ishaq dalam Sirah Nabawiyah).

Riwayat lain menyebut Neraka tidak akan menyentuh seseorang yang darahnya bercampur dengan darah Nabi (Ibnu Katsir, al-Bidayah wa an-Nihayah).

Ditempa Langsung Rasulullah

Sejak kecil, Abu Sa’id hidup sederhana. Setelah ayahnya gugur, beliau sempat mendatangi Rasulullah untuk meminta bantuan. Namun, Rasul menasihatinya agar bergantung hanya kepada Allah SWT.

Beliau bersabda:

“Barangsiapa yang merasa cukup, maka Allah akan mencukupinya. Barangsiapa menjaga diri dari yang haram, maka Allah akan menjaganya.” (HR. Bukhari & Muslim).

Nasihat itu mengubah jalan hidup Abu Sa’id, menjadikannya sahabat yang zuhud, sabar, dan tegar dalam ujian.

Abu Sa’id al-Khudri dikenal sangat khusyuk dalam shalat. Diriwayatkan, ketika sedang salat dan ada anak panah mengenai tubuhnya, beliau tidak bergeming sedikit pun.

Kekhusyukannya juga disertai ketegasan menjaga adab beribadah. Beliau pernah mencegah seorang pemuda berjalan di depan orang salat, lalu mengingatkan sabda Nabi:

“Jika seseorang salat di hadapan penghalang, lalu ada yang lewat di depannya, cegahlah dia. Jika ia tetap memaksa, maka lawanlah, karena ia adalah setan.” (HR. al-Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud).

Menurut penjelasan Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bari, maksud “setan” yaitu, perbuatan buruk yang mengganggu kekhusyukan salat.

Golongan Ahli Suffah

Meski berasal dari kaum Anshar, Abu Sa’id dikenal sebagai bagian dari Ahli Suffah, yaitu kelompok sahabat yang tinggal di serambi Masjid Nabawi untuk menuntut ilmu dan beribadah sepenuhnya kepada Allah.

Di antara mereka terdapat sahabat besar seperti Abu Hurairah dan Abdullah bin Mas’ud.

Ahli Suffah menjadi contoh nyata tentang kesederhanaan, kesabaran, dan dedikasi dalam menuntut ilmu agama. (Sumber: Tarikh al-Islam karya adz-Dzahabi)

Penolakan Ikut Perang Uhud: Ujian di Usia 13 Tahun

Sebelum Perang Uhud, Rasulullah menyeleksi pasukan yang akan berangkat. Karena masih berusia 13 tahun, Abu Sa’id ditolak ikut berjihad.

Beliau mengisahkan:

“Aku menawarkan diri kepada Rasulullah untuk ikut perang Uhud, namun beliau memandangku dan bersabda, ‘Kembalikan anak itu.’” (HR. Ibnu Sa’ad dalam Thabaqat al-Kubra).

Meski kecewa, Abu Sa’id menerima keputusan itu dengan sabar, ini bukti kedewasaan spiritualnya meski masih muda.

Peperangan yang Diikuti Abu Sa’id al-Khudri

Setelah dewasa, Abu Sa’id aktif dalam 13 peperangan bersama Rasulullah SAW, di antaranya:

Perang Besar (Ghazwah): yakni, Perang Khandaq, Perang Bani Quraizhah, Perang Hudaibiyah, Perang Hunain. Termasuk ikut pula dalam Perang Tabuk dan Fathu Makkah.

Guru dan Murid Abu Sa’id al-Khudri

Guru-gurunya:

Rasulullah, Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq, Sayyidina Umar bin Khattab, Sayyidina Ali bin Abi Thalib, Sayyidina Zaid bin Tsabit. Selain itu, Sayyidina Abu Qatadah al-Anshari, Sayyidina Abdullah bin Salam, Sayyidina Ibnu Abbas.

Murid-muridnya:

Ibnu Umar, Anas bin Malik, Jabir bin Abdillah, Sa’id bin al-Musayyab. Lalu Muhammad bin Sirin, dan Abdurrahman bin Abu Sa’id (anaknya).

Abu Sa’id menjadi salah satu rantai penting dalam Sanad hadits Shahih yang diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim. Beliau wafat di Madinah, tempat lahir dan berjuang.

Para ulama berbeda pendapat mengenai tahun wafatnya:

63 H (menurut Ibnu Hibban).

64 H (menurut Ali al-Madini).

72 H (menurut Al-Waqidi dan Ibnu Bakir).

Sebelum wafat, Abu Sa’id Al-Khudri sempat memberi wasiat kepada putranya, Abdurrahman.

Abdurrahman berkata, “Ayahku berkata padaku, ‘Aku semakin tua. Para Sahabat dan kawananku telah wafat. Mohon, peganglah tanganku.’

Kata Abdurrahman, “Ayahku berpesan kepadaku hingga tiba di tepi pemakaman Baqi, bagian yang belum ada makamnya. Beliau berkata, ‘Wahai anakku, jika nanti aku mati, maka kuburkanlah aku di sini. Jangan engkau iringi aku dengan api. Jangan pula tangisi aku dengan ratapan. Jangan engkau kabarkan manusia tentang kematianku. Ringankanlah dan segerakanlah.’”

Abu Sa’id Al-Khudri kemudian wafat di hari Jumat.

“Aku pun tak memberitahu manusia sebagaimana ayahku melarangnya. Namun, mereka datang kepadaku dan bertanya, ‘Kapan engkau mengeluarkan (jenazah)nya?’ Aku pun menjawab, ‘Setelah aku siapkan, baru aku keluarkan,’” ujar Abdurrahman.

“Lalu, banyak peziarah memenuhi pekuburan Baqi bersamaku,” imbuhnya.

Abu Sa’id Al-Khudri dimakamkan di Makam Baqi, berdekatan para Sahabat mulia lainnya. Kepergiannya meninggalkan warisan besar ilmu, kesabaran, dan bergaam hadits yang hingga kini jadi pegangan umat.

Yan Andri

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |