Respons Hamas: Kompromi Kemanusiaan dan Resistensi Militer

3 hours ago 1

Oleh : Fahmi Salim, Direktur Baitul Maqdis Institute

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hamas akhirnya menjawab usulan ‘Rencana Trump’, persis di hari terakhir tenggat yang diminta oleh Donald Trump, Presiden AS. Usulan “rencana damai” Trump untuk Gaza memuat sejumlah poin kontroversial, termasuk pelucutan senjata Hamas, amnesti bagi para pejuangnya, serta penempatan pasukan internasional di Gaza.

Namun, dalam respons awal yang beredar, Hamas justru hanya menyinggung aspek kemanusiaan: penghentian perang, pertukaran tawanan, masuknya bantuan, rekonstruksi serta opsi menyerahkan administrasi sipil Gaza kepada badan teknokrat independen Palestina dengan dukungan negara-negara Arab dan Islam.

Fakta bahwa Hamas tidak menyebut sama sekali isu pelucutan senjata, amnesti dan pasukan internasional, 3 isu paling sensitive dalam proposal damai itu, menimbulkan tanda tanya: apa makna di balik “diam” tersebut?

1. Prioritas Kemanusiaan

Hamas tampaknya menekankan isu-isu yang paling mendesak bagi warga Gaza: gencatan senjata, distribusi bantuan, dan rekonstruksi. Gaza sudah mengalami kehancuran luar biasa sejak Oktober 2023: puluhan ribu korban jiwa, blokade total, ancaman relokasi massal. Dengan menyuarakan hal ini, mereka ingin menunjukkan peran sebagai aktor politik yang responsif terhadap krisis kemanusiaan, bukan sekadar kelompok militer yang zero sum game.

Bagi Hamas, menerima gencatan senjata, arus bantuan, dan rekonstruksi adalah langkah rasional sekaligus populis. Hal itu memberi sinyal ke rakyat Gaza bahwa mereka bukan penghalang perdamaian, melainkan pihak yang peduli penderitaan warga.

2. Menghindari Kehilangan Legitimasi

Pelucutan senjata adalah salah satu isu paling sensitif bagi Hamas. Jika mereka menyebutnya secara eksplisit, apalagi dalam kerangka penerimaan, itu bisa dipersepsikan sebagai pengakuan kekalahan.

Isu pelucutan senjata adalah garis merah. Menyebutnya sama saja dengan mengakui Hamas sebagai pihak kalah perang. Dengan memilih diam, Hamas menjaga legitimasi di mata pendukungnya, sekaligus tetap memberi ruang diplomasi.

3. Pemisahan Sipil dan Militer

Dengan menawarkan opsi teknokrat untuk mengelola Gaza, Hamas mengirimkan sinyal kesiapan mengurangi keterlibatan dalam urusan sipil. Namun, absennya pembahasan mengenai sayap militer menunjukkan bahwa aspek pertahanan tetap mereka anggap sebagai domain yang tidak bisa dinegosiasikan.

Dengan menyatakan kesediaan menyerahkan administrasi Gaza ke teknokrat independen, Hamas seolah berkata: urusan sipil bisa ditransfer, tetapi urusan militer tetap kami pegang. Model ini mirip pola Hizbullah di Lebanon.

4. Penolakan Implisit atas Amnesti dan Pasukan Internasional

Bagi Hamas, amnesti mengandung konotasi kriminalisasi terhadap para pejuang, sementara pasukan internasional kerap dipersepsikan sebagai bentuk pendudukan baru. Sikap diam terhadap dua isu ini dapat dibaca sebagai bentuk penolakan tidak langsung.

5. Strategi Negosiasi

Secara keseluruhan, sikap ini menunjukkan pola “selektif”: menerima bagian-bagian yang menguntungkan secara kemanusiaan dan politis, sambil mengabaikan atau menolak secara implisit bagian yang berpotensi melemahkan posisi perlawanan.

Sikap Hamas bisa dibaca sebagai taktik klasik: mengambil poin-poin yang bisa memperkuat posisi mereka (gencatan senjata, bantuan, teknokrat sipil), dan menolak secara diam-diam bagian beracun (pelucutan senjata, amnesti, pasukan internasional).

Penutup

Respons Hamas yang menekankan isu kemanusiaan, namun menghindari pembahasan pelucutan senjata, merefleksikan strategi politik dua arah: menjaga kredibilitas internasional sebagai pihak yang mau bernegosiasi, sekaligus mempertahankan legitimasi internal sebagai gerakan perlawanan. Dengan demikian, “diam” di sini bukanlah tanda penerimaan, melainkan bentuk penegasan posisi tanpa konfrontasi terbuka.

Kita akan melihat perkembangan lanjutan, bagaimana tanggapan para pihak terhadap jawaban Hamas atas ‘ultimatum Trump’. Hari-hari ke depan akan semakin menarik untuk dicermati.

Jakarta, 4 Oktober 2025

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |