Catatan Cak AT: Apartemen Molekuler Trio Nobelis

4 hours ago 2
 Dok RUZKA INDONESIA) Foto ilustrasi Catatan Cak AT: Apartemen Molekuler Trio Nobelis. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Bayangkan tiga maestro kimia, bak arsitek bukan membangun gedung, tapi membangun alam semesta versi miniatur: Susumu Kitagawa, Richard Robson, dan Omar M. Yaghi.

Tahun ini, mereka baru saja dianugerahi Hadiah Nobel Kimia 2025 atas penemuan metal-organic frameworks (MOFs).

Itulah apartemen mewah bagi molekul! Ya, Anda tidak salah baca: ini seperti mal mewah untuk hidrogen, kondominium Ritz-Carlton untuk metana, dan penginapan Makkah Royal Clock Tower untuk karbon dioksida.

Semuanya bisa "check-in" dan tinggal nyaman di ruang kristal yang presisi hingga atom terakhir.

Baca juga: Mewujudkan Mimpi Kolektor: Koleksi Lengkap POP MART Labubu hingga Crybaby Hadir di LazMall

Ketiganya bekerja terpisah, bagaikan tetangga beda benua: Kitagawa menekuni laboratoriumnya di Kyoto University Jepang; Robson pensiun tapi tetap aktif berkeliling Australia; sedangkan Yaghi, putra pengungsi Palestina dari Amman, meneliti di University of California, Berkeley, AS.

Mereka tak bertemu di kafe atau lift apartemen, tapi saling menumpuk temuan. Robson memulai proyek "bangun apartemen kristal" pada 1989 dengan model mirip berlian, kemudian Kitagawa dan Yaghi memolesnya hingga stabil, permeabel, dan fleksibel.

Terakhir, Yaghi menempelkan papan nama resmi: "metal-organic framework" dalam publikasinya di Nature pada 1995.

Kenapa disebut arsitek? Karena mereka merancang molekul seperti merancang gedung pencakar langit: setiap atom punya kamar, setiap ruang punya fungsi. MOFs bukan sekadar eksperimen laboratorium; kubus sekecil gula bisa punya luas permukaan internal seluas lapangan sepak bola.

Baca juga: Depok Gelar Workshop Tingkatkan Peran Guru sebagai Teladan Penerapan KTR di Sekolah

Masa depannya? Bayangkan apartemen molekuler ini menangkap karbon di udara seperti valet parkir yang disiplin, menyaring air kotor seperti saringan kopi super, atau mengekstrak uap air di gurun seperti mesin sulap Aladdin. Produsen tas Hermione Granger pasti iri dengan "tas molekuler" ini: bisa menyimpan dunia dalam volume mini.

Sejak Robson pertama kali merakit kristal mini itu, MOFs seperti bayi super cerdas yang baru belajar merangkak —rapuh, tapi penuh janji. Kitagawa datang sebagai guru taman kanak-kanak yang mengajari sang bayi berjalan: membuktikan bahwa gas bisa masuk, keluar, bahkan bermain-main di dalam ruang kristal tanpa merusaknya.

Yaghi si cerdas keturunan Palestina kemudian hadir sebagai arsitek utama, memasang fondasi baja tak terlihat, memperkuat struktur, dan memberi kemampuan "custom-fit" agar setiap molekul punya kamar yang pas —tidak terlalu besar, tidak terlalu sempit, sempurna seperti Goldilocks versi kimia.

Makna temuan ini jauh melampaui "kotak kristal". MOFs adalah revolusi kimia: bukan lagi benda padat pasif, tapi kanvas yang bisa dirancang, diatur, dan dimanipulasi. Dari perspektif kimia, ini berarti mengontrol interaksi atom dan molekul di tingkat paling intim —mengubah sifat gas, menyaring polutan, memicu reaksi kimia selektif.

Baca juga: Juri IVOTY Masukkan Farizon SV Nominasi Mobil Van Terbaik Tahun Ini

Nobel diberikan bukan karena mereka membuat "kotak", tapi karena mereka membuka _platform universal_, laboratorium miniatur yang bisa disesuaikan untuk energi bersih, obat-obatan, dan teknologi ramah lingkungan.

Dalam tiga dekade sejak konsep ini lahir, para ilmuwan telah menciptakan puluhan ribu variasi MOFs. Beberapa dapat menyedot karbon dioksida dari cerobong industri, berperan sebagai penyelamat atmosfer; yang lain memfilter racun PFAS dari air, atau menyingkirkan jejak obat-obatan yang mencemari sungai dan akuifer.

Ada ilmuwan yang, dengan temuan ketiganya, bahkan bisa memanen air dari udara gurun, mengubah kelembapan tipis menjadi tetes air bersih. Inilah teknologi yang bisa jadi penolong umat manusia di daerah yang kekeringan parah.

MOFs juga memainkan peran dalam transisi energi bersih: mereka bisa menyimpan hidrogen, menstabilkan reaksi kimia, dan mengontrol pelepasan energi. Struktur modularnya memungkinkan penyesuaian skala untuk kebutuhan industri, mulai dari jaringan energi hingga sistem purifikasi portabel.

Baca juga: Kebijakan Indonesia Menolak Atlet Israel Sudah Tepat dan Aspiratif

Sains yang dulu tersembunyi di laboratorium kini hadir sebagai alat praktis untuk menyelesaikan masalah global.

Hadiah Nobel yang mereka terima —11 juta kronor Swedia, sekitar Rp 22 miliar, dibagi tiga— mungkin cukup untuk membangun laboratorium MOF mini di Jakarta atau membeli beberapa tas ajaib ala Harry Potter. Tapi tujuan utama tetap sama: membuka jendela sains bagi umat manusia.

Ini pengingat jenaka tapi serius: dalam sains, bahkan "kotak kecil" bisa memuat dunia. Kitagawa, Robson, dan Yaghi bukan hanya arsitek molekuler; mereka adalah tukang sulap lingkungan yang membuka kemungkinan baru untuk dunia lebih hijau, bersih, dan—siapa tahu—lebih ajaib dari yang pernah kita bayangkan.

Ruang kosong yang mereka ciptakan bukan hanya di dalam molekul, tapi juga di kepala kita, mengundang kreativitas sains baru, dan menunjukkan bahwa kimia bisa menjadi seni arsitektur sekaligus alat penyelamat bumi. (***)

Penulis Cak AT - Ahmadie Thaha/Ma'had Tadabbur al-Qur'an, 11/10/2025

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |