REPUBLIKA.CO.ID, PALU, – Organisasi masyarakat sipil dari Sulawesi hingga Papua menyerukan moratorium izin tambang mineral dan batubara. Seruan ini muncul dalam diskusi bertajuk urgensi moratorium izin tambang yang berlangsung secara hibrid di Palu, Sabtu, diinisiasi oleh Koalisi Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Regional Sulawesi–Papua.
Ariyansah Kiliu, peneliti PWYP Indonesia, menegaskan bahwa komitmen Indonesia dalam Perjanjian Paris seharusnya menjadi dasar pengurangan aktivitas pertambangan, terutama batubara. Ia mengungkapkan bahwa produksi batubara telah melampaui batas 400 juta ton per tahun yang ditetapkan dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), dengan proyeksi mencapai 800 juta ton pada 2024.
Seruan ini diperkuat oleh kekhawatiran terhadap meningkatnya aktivitas eksploitasi tambang setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025 dan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2025, yang membuka peluang perizinan lebih luas. Kondisi ini diperparah oleh maraknya tambang ilegal, lemahnya pengawasan, pelanggaran HAM, dan buruknya praktik reklamasi pascatambang.
Kerusakan Ekologis dan Sosial
Di Sulawesi Tengah, Yayasan Kompas Peduli Hutan (KoMIU) menilai aktivitas pertambangan belum memberikan dampak ekonomi signifikan, malah menimbulkan konflik sosial, kerusakan infrastruktur, banjir, deforestasi, dan krisis air bersih. Ufudin dari KoMIU mendesak pemerintah pusat untuk mempertimbangkan moratorium di seluruh daerah.
Sunardi Katili, Direktur WALHI Sulteng, menekankan pentingnya moratorium karena kerusakan ekologis dan pelanggaran HAM semakin parah. Di Sulawesi Selatan, Rosniaty Panguriseng dari YASMIB Sulawesi menyatakan moratorium sejalan dengan arah pembangunan daerah menuju ekonomi hijau.
Dukungan serupa datang dari LePMIL Sulawesi Tenggara. Direktur LePMIL, Solihin, menyoroti carut-marut tata kelola pertambangan, dan mendesak moratorium operasi tambang di Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Di Papua, Risdianto dari PERDU Papua menekankan urgensi moratorium di Papua Barat dan sekitarnya untuk memastikan pengakuan hak-hak masyarakat adat dan keberlanjutan lingkungan. Ia meminta pemerintah menyiapkan kebijakan hukum serta restrukturisasi kewenangan agar pengelolaan tambang lebih adil dan ekologis.
Konten ini diolah dengan bantuan AI.
sumber : antara