Jakarta, CNN Indonesia --
PBB kembali angkat suara atas situasi kemanusiaan yang semakin memburuk di Gaza.
Dalam hampir sebulan terakhir, antara 18 Maret hingga 9 April, Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa mendokumentasikan 224 serangan udara yang dilakukan Israel terhadap bangunan tempat tinggal dan tenda-tenda pengungsi di Gaza.
Dari jumlah tersebut, 36 serangan diketahui secara pasti hanya menewaskan perempuan dan anak-anak Palestina.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam sekitar 36 serangan yang telah kami verifikasi, seluruh korban yang tercatat sejauh ini hanya perempuan dan anak-anak," ujar Juru bicara Komisioner Tinggi HAM PBB Ravina Shamdasani dalam konferensi pers, seperti dikutip dari Al Jazeera, Sabtu (12/4).
Temuan ini muncul di tengah laporan Kemenkes Palestina bahwa lebih dari 1.500 warga Palestina telah tewas sejak Israel memutuskan gencatan senjata pada pertengahan Maret lalu.
Serangan terus berlangsung, bahkan ketika Gaza menghadapi blokade total yang menghentikan pasokan makanan, air, bahan bakar, dan obat-obatan.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memperingatkan keras bahwa Gaza kini telah menjadi 'ladang pembantaian' dan warga sipil terperangkap dalam 'lingkaran kematian tanpa akhir'.
"Sudah lebih dari sebulan, tidak setetes pun bantuan masuk ke Gaza. Tidak ada makanan. Tidak ada bahan bakar. Tidak ada obat. Tidak ada pasokan komersial," ungkap Guterres kepada awak media di markas PBB, New York, Amerika Serikat.
Kondisi yang semakin mengenaskan ini kembali terlihat pada Jumat pagi, ketika setidaknya 15 warga Palestina dilaporkan tewas, termasuk 10 anggota satu keluarga dalam pengeboman rumah di Khan Younis. Sebanyak tujuh di antaranya adalah anak-anak.
Banyak lainnya dilaporkan masih tertimbun reruntuhan bangunan.
Tareq Abu Azzoum, jurnalis Al Jazeera di Deir el-Balah, melaporkan tim penyelamat sipil mendengar suara tangisan bayi dan anak-anak yang meminta tolong dari balik puing-puing rumah mereka yang hancur.
"Kami mendengar kesaksian mengerikan dari tim penyelamat. Saat berusaha menyelamatkan korban, mereka mendengar jeritan anak-anak, meminta bantuan, berharap ada yang datang menolong," ujarnya.
Situasi di Gaza lebih buruk
Ravina Shamdasani mengatakan situasi di Gaza kini lebih buruk dari sebelumnya.
Warga Palestina terus dipaksa berpindah ke wilayah yang semakin sempit, di bawah tekanan serangan udara yang tak kunjung berhenti.
Bantuan kemanusiaan diblokir, sementara sejumlah pejabat Israel bahkan mensyaratkan pemberian bantuan dengan pembebasan sandera.
"Melihat dampak kumulatif dari tindakan militer Israel di Gaza, kami khawatir Israel tengah menciptakan kondisi hidup yang semakin tidak memungkinkan bagi keberlangsungan hidup warga Palestina sebagai sebuah kelompok di wilayah itu," tegas Shamdasani.
Sementara itu, Israel menunjukkan tak ada tanda-tanda akan menghentikan serangan. Pemerintahnya bahkan telah menyusun rencana untuk merebut lebih banyak wilayah di Gaza selatan dan mengeluarkan serangkaian perintah evakuasi baru.
Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mencatat bahwa sejak gencatan senjata berakhir pada 18 Maret, sekitar 400.000 warga Palestina telah dipaksa mengungsi kembali.
"Mereka kini menghadapi blokade bantuan dan pasokan komersial terpanjang sejak perang dimulai," tulis UNRWA dalam unggahan di platform X, sembari mendesak akses kemanusiaan tanpa hambatan.
(tis/tis)